Kamis, 17 Maret 2011

Pemutusan Hubungan Kerja

PHK adalah pengakhiran hubungan kerja karena suatu hal tertentu yang mengakibatkan berakhirnya hak dan kewajiban antara pekerja dan pengusaha.

Apabila kita mendengar istilah PHK, yang biasa terlintas adalah pemecatan sepihak oleh pihak pengusaha karena kesalahan pekerja. Karenanya, selama ini singkatan ini memiliki konotasi negatif. Padahal, kalau kita tilik definisi di atas yang diambil dari UU No. 13/2003 tentang Ketenagakerjaan, dijelaskan PHK dapat terjadi karena bermacam sebab. Intinya tidak persis sama dengan pengertian dipecat.

Tergantung alasannya, PHK mungkin membutuhkan penetapan Lembaga Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (LPPHI) mungkin juga tidak. Meski begitu, dalam praktek tidak semua PHK yang butuh penetapan dilaporkan kepada instansi ketenagakerjaan, baik karena tidak perlu ada penetapan, PHK tidak berujung sengketa hukum, atau karena pekerja tidak mengetahui hak mereka.

Sebelum Pengadilan Hubungan Industrial berdiri pada 2006, perselisihan hubungan Industrial masih ditangani pemerintah lewat Panitia Penyelesaian Perselisihan Perburuhan Pusat (P4P) dan Panitia Penyelesaian Perselisihan Perburuhan Daerah (P4D) serta Pengadilan Tata Usaha Negara.

Pekerja kontrak dan tetap

Pengaturan kompensasi PHK berbeda untuk pekerja kontrak (terikat Perjanjian Kerja Waktu Tertentu-PKWT) dan pekerja tetap (terikat Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu-PKWTT). Dalam hal kontrak, pihak yang memutuskan kontrak diperintahkan membayar sisa nilai kontrak tersebut. Sedangkan bagi pekerja tetap, diatur soal wajib tidaknya pengusaha memberi kompensasi atas PHK tersebut.

Dalam PHK terhadap pekerja tetap, pengusaha diwajibkan membayar uang pesangon, dan atau uang penghargaan masa kerja, dan uang penggantian hak yang seharusnya diterima pekerja. Perlu dicatat, kewajiban ini hanya berlaku bagi pengusaha yang melakukan PHK terhadap pekerja untuk waktu tidak tertentu. Pekerja dengan kontrak mungkin menerima pesangon bila diatur dalam perjanjiannya.
Alasan/sebab PHK

Terdapat bermacam-masam alasan PHK, dari mulai pekerja mengundurkan diri, tidak lulus masa percobaan hingga perusahaan pailit. Selain itu:

* ­ Selesainya PKWT
* ­ Pekerja melakukan kesalahan berat
* ­Pekerja melanggar perjanjian kerja, perjanjian kerja bersama, atau peraturan perusahaan
* ­ Pekerja mengajukan PHK karena pelanggaran pengusaha
* ­ Pekerja menerima PHK meski bukan karena kesalahannya
* ­ Pernikahan antar pekerja (jika diatur oleh perusahaan)
* PHK mMassal - karena perusahaan rugi, force majeure, atau melakukan efisiensi.
* ­ Peleburan, penggabungan, perubahan status
* ­Perusahaan pailit
* ­ Pekerja meninggal dunia
* ­ Pekerja mangkir 5 hari atau lebih dan telah dipanggil 2 kali secara patut
* ­ Pekerja sakit berkepanjangan
* ­ Pekerja memasuki usia pensiun


PHK Sukarela

Pekerja dapat mengajukan pengunduran diri kepada pengusaha secara tertulis tanpa paksaan/intimidasi. Terdapat berbagai macam alasan pengunduran diri, seperti pindah ke tempat lain, berhenti dengan alasan pribadi, dan lain-lain. Untuk mengundurkan diri, pekerja harus memenuhi syarat: (i) mengajukan permohonan selambatnya 30 hari sebelumnya, (ii) tidak ada ikatan dinas, (iii) tetap melaksanakan kewajiban sampai mengundurkan diri.

Undang-undang melarang pengusaha memaksa pekerjanya untuk mengundurkan diri. Namun dalam praktik, pengunduran diri kadang diminta oleh pihak pengusaha. Kadang kala, pengunduran diri yang tidak sepenuhnya sukarela ini merupakan solusi terbaik bagi pekerja maupun pengusaha. Disatu sisi, reputasi pekerja tetap terjaga. Disisi lain pengusaha tidak perlu mengeluarkan pesangon lebih besar apabila pengusaha harus melakukan PHK tanpa ada persetujuan pekerja. Pengusaha dan pekerja juga dapat membahas besaran pesangon yang disepakati.

Pekerja yang mengajukan pengunduran diri hanya berhak atas kompensasi seperti sisa cuti yang masih ada, biaya perumahan serta pengobatan dan perawatan, dll sesuai Pasal 156 (4). Pekerja mungkin mendapatakan lebih bila diatur lain lewat perjanjian. Untuk biaya perumahan terdapat silang pendapat antara pekerja dan pengusaha, terkait apakah pekerja yang mengundurkan diri berhak atas 15% dari uang pesangon dan penghargaan masa kerja.


PHK Tidak Sukarela
a. PHK oleh Pengusaha

Seseorang dapat dipecat (PHK tidak sukarela) karena bermacam hal, antara lain rendahnya performa kerja, melakukan pelanggaran perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau kebijakan-kebijakan lain yang dikeluarkan pengusaha. Tidak semua kesalahan dapat berakibat pemecatan. Hal ini tergantung besarnya tingkat kesalahan.

Pengusaha dimungkinkan memPHK pekerjanya dalam hal pekerja melakukan pelanggaran ketentuan yang diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama. Ini, setelah sebelumnya kepada pekerja diberikan surat peringatan pertama, kedua, dan ketiga secara berturut-turut. Surat peringatan masing-masing berlaku untuk paling lama 6 (enam) bulan, kecuali ditetapkan lain dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama.

Pengusaha dapat memberikan surat peringatan kepada pekerja untuk berbagai pelanggaran dan menentukan sanksi yang layak tergantung jenis pelanggaran. Pengusaha dimungkinkan juga mengeluarkan misalnya SP 3 secara langsung, atau terhadap perbuatan tertentu langsung memPHK. Hal ini dengan catatan hal tersebut diatur dalam perjanjian kerja (PK), peraturan perusahaan (PP), atau perjanjian kerja bersama (PKB), dan dalam ketiga aturan tersebut, disebutkan secara jelas jenis pelanggaran yang dapat mengakibatkan PHK. Tak lupa penetapan lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial.

Selain karena kesalahan pekerja, pemecatan mungkin dilakukan karena alasan lain. Misalnya bila perusahaan memutuskan melakukan efisiensi, penggabungan atau peleburan, dalam keadaan merugi, pailit, maupun PHK terjadi karena keadaan diluar kuasa pengusaha (force majeure).

Undang-Undang tegas melarang pengusaha melakukan PHK dengan alasan:
a. pekerja berhalangan masuk kerja karena sakit menurut keterangan dokter selama waktu tidak melampaui 12 (dua belas) bulan secara terus-menerus;
b. pekerja berhalangan menjalankan pekerjaannya karena memenuhi kewajiban terhadap negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
c. pekerja menjalankan ibadah yang diperintahkan agamanya;
d. pekerja menikah;
e. pekerja perempuan hamil, melahirkan, gugur kandungan, atau menyusui bayinya;
f. pekerja mempunyai pertalian darah dan/atau ikatan perkawinan dengan pekerja lainnya di dalam satu perusahaan, kecuali telah diatur dalam PK, PP, atau PKB;
g. pekerja mendirikan, menjadi anggota dan/atau pengurus serikat pekerja, pekerja melakukan kegiatan serikat pekerja di luar jam kerja, atau di dalam jam kerja atas kesepakatan pengusaha, atau berdasarkan ketentuan yang diatur dalam PK, PP, atau PKB;
h. pekerja yang mengadukan pengusaha kepada yang berwajib mengenai perbuatan pengusaha yang melakukan tindak pidana kejahatan;
i. karena perbedaan paham, agama, aliran politik, suku, warna kulit, golongan, jenis kelamin, kondisi fisik, atau status perkawinan;
j. pekerja dalam keadaan cacat tetap, sakit akibat kecelakaan kerja, atau sakit karena hubungan kerja yang menurut surat keterangan dokter yang jangka waktu penyembuhannya belum dapat dipastikan.
• Kesalahan Berat (eks Pasal 158)

Semenjak Mahkamah Konstitusi (MK) menyatakan Pasal 158 UU Ketenagakerjaan inkonstitusional, maka pengusaha tidak lagi dapat langsung melakukan PHK apabila ada dugaan pekerja melakukan kesalahan berat. Berdasarkan asas praduga tak bersalah, pengusaha baru dapat melakukan PHK apabila pekerja terbukti melakukan kesalahan berat yang termasuk tindak pidana. Atas putusan MK ini, Depnaker mengeluarkan surat edaran yang berusaha memberikan penjelasan tentang akibat putusan tersebut.

Yang termasuk kesalahan berat ialah:
a. melakukan penipuan, pencurian, atau penggelapan barang dan/atau uang milik perusahaan;
b. memberikan keterangan palsu atau yang dipalsukan sehingga merugikan perusahaan;
c. mabuk, meminum minuman keras yang memabukkan, memakai dan/atau mengedarkan narkotika, psikotropika, dan zat adiktif lainnya di lingkungan kerja;
d. melakukan perbuatan asusila atau perjudian di lingkungan kerja;
e. menyerang, menganiaya, mengancam, atau mengintimidasi teman sekerja atau pengusaha di lingkungan kerja;
f. membujuk teman sekerja atau pengusaha untuk melakukan perbuatan yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan;dengan ceroboh atau sengaja merusak atau membiarkan dalam keadaan bahaya barang milik perusahaan yang menimbulkan kerugian bagi perusahaan;
g. dengan ceroboh atau sengaja membiarkan teman sekerja atau pengusaha dalam keadaan bahaya di tempat kerja;
h. membongkar atau membocorkan rahasia perusahaan yang seharusnya dirahasiakan kecuali untuk kepentingan negara; atau
i. melakukan perbuatan lainnya di lingkungan perusahaan yang diancam pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih.
b. Permohonan PHK oleh Pekerja

Pekerja juga berhak untuk mengajukan permohonan PHK ke LPPHI bila pengusaha melakukan perbuatan seperti (i) menganiaya, menghina secara kasar atau mengancam pekerja; (ii) membujuk dan/atau menyuruh pekerja untuk melakukan perbuatan yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan; (iii) tidak membayar upah tepat pada waktu yang telah ditentukan selama 3 bulan berturut-turut atau lebih; (iv) tidak melakukan kewajiban yang telah dijanjikan kepada pekerja; (v) memerintahkan pekerja untuk melaksanakan pekerjaan di luar yang diperjanjikan; (vi) memberikan pekerjaan yang membahayakan jiwa, keselamatan, kesehatan, dan kesusilaan pekerja/buruh sedangkan pekerjaan tersebut tidak dicantumkan pada perjanjian kerja.
c. PHK oleh Hakim

PHK dapat pula terjadi karena putusan hakim. Apabila hakim memandang hubungan kerja tidak lagi kondusif dan tidak mungkin dipertahankan maka hakim dapat melakukan PHK yang berlaku sejak putusan dibacakan.
d. PHK karena Peraturan Perundang-undangan

Pekerja yang meninggal dunia, Perusahaan yang pailit, dan force majeure merupakan alasan PHK diluar keinginan para pihak. Meski begitu dlama praktek force majeure sering dijadikan alasan pengusaha untuk mem-PHK pekerjanya.
Mekanisme PHK

Pekerja, pengusaha dan pemerintah wajib untuk melakukan segala upaya untuk menghindari PHK. Apabila tidak ada kesepakatan antara pengusaha pekerja/serikatnya, PHK hanya dapat dilakukan oleh pengusaha setelah memperoleh penetapan Lembaga Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (LPPHI).

Selain karena pengunduran diri dan hal-hal tertentu dibawah ini, PHK harus dilakukan melalui penetapan Lembaga Penyelesaian Hubungan Industrial (LPPHI). Hal-hal tersebut adalah :
a. pekerja masih dalam masa percobaan kerja, bilamana telah dipersyaratkan secara tertulis sebelumnya;
b. pekerja mengajukan permintaan pengunduran diri, secara tertulis atas kemauan sendiri tanpa ada indikasi adanya tekanan/intimidasi dari pengusaha, berakhirnya hubungan kerja sesuai dengan perjanjian kerja waktu tertentu untuk pertama kali;
c. pekerja mencapai usia pensiun sesuai dengan ketetapan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, perjanjian kerja bersama, atau peraturan perundang-undangan; atau
d. pekerja meninggal dunia.
e. Pekerja ditahan
f. Pengusaha tidak terbukti melakukan pelanggaran yang dituduhkan pekerja melakukan permohonan PHK

Selama belum ada penetapan dari LPPHI, pekerja dan pengusaha harus tetap melaksanakan segala kewajibannya. Sambil menunggu penetapan, pengusaha dapat melakukan skorsing, dengan tetap membayar hak-hak pekerja.
Perselisihan PHK

Perselisihan PHK termasuk kategori perselisihan hubungan industrial bersama perselisihan hak, perselisihan kepentingan dan perselisihan antar serikat pekerja. Perselisihan PHK timbul karena tidak adanya kesesuaian pendapat antara pekerja dan pengusaha mengenai pengakhiran hubungan kerja yang dilakukan salah satu pihak.

Perselisihan PHK antara lain mengenai sah atau tidaknya alasan PHK, dan besaran kompensasi atas PHK.
Penyelesaian Perselisihan PHK

Mekanisme perselisihan PHK beragam dan berjenjang.
1. Perundingan Bipartit

Perundingan Bipartit adalah forum perundingan dua kaki antar pengusaha dan pekerja atau serikatpe kerja. Kedua belah pihak diharapkan dapat mencapai kesepakatan dalam penyelesaian masalah mereka, sebagai langkah awal dalam penyelesaian perselisihan.

Dalam perundingan ini, harus dibuat risalah yang ditandatangai para Pihak. isi risalah diatur dalam Pasal 6 Ayat 2 UU PPHI. Apabila tercapai kesepakatan maka Para pihak membuat Perjanjian Bersama yang mereka tandatangani. Kemudian Perjanjian Bersama ini didaftarkan pada PHI wilayah oleh para pihak ditempat Perjanjian Bersama dilakukan. Perlkunya menddaftarkan perjanjian bersama, ialah untuk menghindari kemungkinan slah satu pihak ingkar. Bila hal ini terjadi, pihak yang dirugikan dapat mengajukan permohonan eksekusi.

Apabila gagal dicapai kesepakatan, maka pekerja dan pengusaha mungkin harus menghadapi prosedur penyelesaian yang panjang melalui Perundingan Tripartit.
2. Perundingan Tripartit

Dalam pengaturan UUK, terdapat tiga forum penyelesaian yang dapat dipilih oleh para pihak:
a. Mediasi

Forum Mediasi difasilitasi oleh institusi ketenagakerjaan. Dinas tenagakerja kemudian menunjuk mediator. Mediator berusaha mendamaikan para pihak, agar tercipta kesepakatan antar keduanya. Dalam hal tercipta kesepakatan para pihak membuta perjanjian bersama dengan disaksikan oleh mediator. Bila tidak dicapai kesepakatan, mediator akan mengeluarkan anjuran.
b. Konsiliasi

Forum Konsiliasi dipimpin oleh konsiliator yang ditunjuk oleh para pihak. Seperti mediator, Konsiliator berusaha mendamaikan para pihak, agar tercipta kesepakatan antar keduanya. Bila tidak dicapai kesepakatan, Konsiliator juga mengeluarkan produk berupa anjuran.
c. Arbitrase

Lain dengan produk Mediasi dan Konsiliasi yang berupa anjuran dan tidak mengikat, putusan arbitrase mengikat para pihak. Satu-satunya langkah bagi pihak yang menolak putusan tersebut ialah permohonan Pembatalan ke Mahkamah Agung. Karena adanya kewajiban membayar arbiter, mekanisme arbitrase kurang populer.
3. Pengadilan Hubungan Industrial

Pihak yang menolak anjuran mediator/konsiliator, dapat mengajukan gugatan ke Pengadilan Hubungan Industrial (PHI). Pengadilan ini untuk pertamakalinya didirikan di tiap ibukota provinsi. Nantinya, PHI juga akan didirikan di tiap kabupaten/ kota. Tugas pengadilan ini antara lain mengadili perkara perselisihan hubungan industrial, termasuk perselisihan PHK, serta menerima permohonan dan melakukan eksekusi terhadap Perjanjian Bersama yang dilanggar.

Selain mengadili Perselisihan PHK, Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) mengadili jenis perselisihan lainnya: (i)Perselisihan yang timbul akibat adanya perselisihan hak, (ii) perselisihan kepentingan dan (iii) perselisihan antar serikat pekerja.
4. Kasasi (Mahkamah Agung)

Pihak yang menolak Putusan PHI soal Perselisihan PHK dapat langsung mengajukan kasasi (tidak melalui banding) atas perkara tersebut ke Mahkamah Agung, untuk diputus.
Kompensasi PHK

Dalam hal terjadi pemutusan hubungan kerja, pengusaha diwajibkan membayar uang pesangon (UP) dan atau uang penghargaan masa kerja (UPMK) dan uang penggantian hak (UPH) yang seharusnya diterima. UP, UPMK, dan UPH dihitung berdasarkan upah karyawan dan masa kerjanya.

Perhitungan uang pesangon (UP) paling sedikit sebagai berikut :
Masa Kerja Uang Pesangon

* masa kerja kurang dari 1 tahun, 1 (satu) bulan upah;
* masa kerja 1 - 2 tahun, 2 (dua) bulan upah;
* masa kerja 2 - 3 tahun, 3 (tiga) bulan upah;
* masa kerja 3 - 4 tahun 4 (empat) bulan upah;
* masa kerja 4 - 5 tahun 5 (lima) bulan upah;
* masa kerja 5 - 6 tahun 6 (enam) bulan upah;
* masa kerja 6 - 7 tahun 7 (tujuh) bulan upah.
* masa kerja 7 – 8 tahun 8 (delapan) bulan upah;
* masa kerja 8 tahun atau lebih, 9 (sembilan) bulan upah.

Perhitungan uang penghargaan masa kerja (UPMK) ditetapkan sebagai berikut :
Masa Kerja UPMK

* masa kerja 3 - 6 tahun 2 (dua) bulan upah;
* masa kerja 6 - 9 tahun 3 (tiga) bulan upah;
* masa kerja 9 - 12 tahun 4 (empat) bulan upah;
* masa kerja 12 - 15 tahun 5 (lima) bulan upah;
* masa kerja 15 - 18 tahun 6 (enam) bulan upah;
* masa kerja 18 - 21 tahun 7 (tujuh) bulan upah;
* masa kerja 21 - 24 tahun 8 (delapan) bulan upah;
* masa kerja 24 tahun atau lebih 10 bulan upah

Uang penggantian hak yang seharusnya diterima (UPH) meliputi :
a. cuti tahunan yang belum diambil dan belum gugur;
b. biaya atau ongkos pulang untuk pekerja/buruh dan keluarganya ketempat dimana pekerja/buruh diterima bekerja;
c. penggantian perumahan serta pengobatan dan perawatan ditetapkan 15% dari uang pesangon dan/atau uang penghargaan masa kerja bagi yang memenuhi syarat;
d. hal-hal lain yang ditetapkan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama.
Alasan PHK dan Hak Atas Pesangon

Besaran Perkalian pesangon, tergantung alasan PHKnya. Besaran Pesangon dapat ditambah tapi tidak boleh dikurangi. Besaran Pesangon tergantung alasan PHK sebagai berikut:

Alasan PHK Besaran Kompensasi
­ Mengundurkan diri (kemauan sendiri) ­-Berhak atas UPH
­ Tidak lulus masa percobaan ­ -Tidak berhak kompensasi
­ Selesainya PKWT ­ -Tidak Berhak atas Kompensasi
­ Pekerja melakukan kesalahan berat ­- Berhak atas UPH
­ Pekerja melakukan Pelanggaran Perjanjian Kerja, Perjanjian Kerja Bersama, atau Peraturan Perusahaan- ­ 1 kali UP, 1 kali UPMK, dan UPH
­ Pekerja mengajukan PHK karena pelanggaran pengusaha ­- 2 kali UP, 1 kali UPMK, dan UPH
­ Pekerja menerima PHK meski bukan karena kesalahannya- ­ Tergantung kesepakatan
­ Pernikahan antar pekerja (jika diatur oleh perusahaan) ­- 1 kali UP, 1 kali UPMK, dan UPH
­ PHK Massal karena perusahaan rugi atau force majeure- ­ 1 kali UP, 1 kali UPMK, dan UPH
­ PHK Massal karena Perusahaan melakukan efisiensi. - 2 kali UP, 1 kali UPMK, dan UPH
­ Peleburan, Penggabungan, perubahan status dan Pekerja tidak mau melanjutkan hubungan kerja- ­ 1 kali UP, 1 kali UPMK, dan UPH
­ Peleburan, Penggabungan, perubahan status dan Pengusaha tidak mau melanjutkan hubungan kerja ­- 2 kali UP, 1 kali UPMK, dan UPH
­ Perusahaan pailit­ ­- 1 kali UP, 1 kali UPMK, dan UPH
­ Pekerja meninggal dunia-­ ­ 2 kali UP, 1 kali UPMK, dan UPH
­ Pekerja mangkir 5 hari atau lebih dan telah dipanggil 2 kali secara patut ­- UPH dan Uang pisah
­ Pekerja sakit berkepanjangan atau karena kecelakaan kerja (setelah 12 bulan) ­- 2 kali UP, 2 kali UPMK, dan UPH
­ Pekerja memasuki usia pensiun ­- Sesuai Pasal 167 UU 13/2003
­ Pekerja ditahan dan tidak dapat melakukan pekerjaan (setelah 6 bulan)- ­ 1 kali UPMK dan UPH
­ Pekerja ditahan dan diputuskan bersalah ­- 1 kali UPMK dan UPH
Contoh

A yang tinggal di jakarta telah bekerja selama sepuluh tahun di PT B yang juga berdomisili di Jakarta, dengan upah Rp 3 juta per bulan. Ia kemudian di PHK perusahaannya karena melakukan pelanggaran terhadap perjanjian kerja.

Maka, ia berhak atas kompensasi sebesar:
UP = Rp3.000.000,- x 1x9 = 27.000.000, (3 juta Dikali 1 UP (karena melanggar Perjanjan kerja) dikalikan dengan 9 bulan upah)
UPMK= Rp3.000.000 x1x 4= 12.000.000,- (tiga juta kali 4 bulan upah, karena masa kerja 10 tahun
UPH = 15% (uang penggantian perumahan dan pengobatan) x (27 juta +12 juta) =Rp5.850.000,-

Total Kompensasi = UP + UPMK + UPH
27.000.000+ 12.000.000 + 5.850.000 = 44.850.000,-

Kesehatan Kerja

Keselamatan kerja adalah keselamatan yang bertalian dengan mesin, pesawat, alat kerja, bahan & proses pengolahannya, landasan tempat kerja & lingkungannya serta cara-cara melakukan pekerjaan.
Keselamatan kerja menyangkut segenap proses produksi distribusi baik barang maupun jasa.
Kecelakaan kerja adalah kejadian yang tak terduga & tidak diharapkan yang terjadi pada waktu bekerja pada perusahaan. Tak terduga, oleh karena dibelakang peristiwa itu tidak terdapat unsur kesengajaan, lebih-lebih dalam bentuk perencanaan.

Tujuan Keselamatan Kerja
Tujuan keselamatan kerja adalah sebagai berikut:
1. Melindungi tenaga kerja atas hak keselamatannya dalam melakukan pekerjaan untuk kesejahteraan hidup & meningkatan produksi & produktivitas nasional.
2. Menjamin keselamatan setiap orang lain yang berada di tempat kerja.
3. Sumber produksi dipelihara & dipergunakan secara aman & efisien

Kerugian-Kerugian yang disebabkan Kecelakaan Akibat Kerja
Kecelakaan menyebabkan lima jenis kerugian, antara lain:
1. Kerusakan: Kerusakan karena kecelakaan kerja antara lain bagian mesin, pesawat alat kerja, bahan, proses, tempat, & lingkungan kerja.
2. Kekacauan Organisasi: Dari kerusakan kecelakaan itu, terjadilah kekacauan dai dalam organisasi dalam proses produksi.
3. Keluhan & Kesedihan: Orang yang tertimpa kecelakaan itu akan mengeluh & menderita, sedangkan kelurga & kawan-kawan sekerja akan bersedih.
4. Kelainan & Cacat: Selain akan mengakibatkan kesedihan hati, kecelakaan juga akan mengakibatkan luka-luka, kelainan tubuh bahkan cacat.
5. Kematian: Kecelakaan juga akan sangat mungkin merenggut nyawa orang & berakibat kematian.
Kerugian-kerugian tersebut dapat diukur dengan besarnya biaya yang dikeluarkan bagi terjadinya kecelakaan. Biaya tersebut dibagi menjadi biaya langsung & biaya tersembunyi.
Biaya langsung adalah biaya pemberian pertolongan pertama kecelakaan, pengobatan, perawatan, biaya rumah sakit, biaya angkutan, upah selama tak mampu bekerja, kompensasi cacat & biaya perbaikan alat-alat mesin serta biaya atas kerusakan bahan-bahan.
Sedangkan biaya tersembunyi meliputi segala sesuatu yang tidak terlihat pada waktu atau beberapa waktu setelah kecelakaan terjadi.

Sebab-Sebab Kecelakaan Kerja
Kecelakaan disebabkan oleh dua golongan penyebab antara lain:
1. Tindak perbuatan manusia yang tidak memenuhi keselamatan (unsafe human acts)
2. Keadaan-keadaan lingkungan yang tidak aman (unsafe conditions)

Pencegahan Kecelakaan Akibat Kerja
Kecelakaan-kecelakaan akibat kerja dapat dicegah dengan:
1. Peraturan perundangan, yaitu ketentuan-ketentuan yang diwajibkan mengenai kondisi-kondisi kerja pada umumnya, perencanaan, kontruksi, perwatan & pemeliharaan, pengwasan, pengujian, & cara kerja peralatan industri, tugas-tugas pengusaha & buruh, latihan, supervisi medis, PPPK, & pemeriksaan kesehatan.
2. Standarisasi, yaitu penetapan standar-standar resmi, setengah mati atau tak resmi mengenai misalnya kontruksi yang memnuhi syarat-syarat keselamatan jenis-jenis peralatan industri tertentu, praktek-praktek keselamatan & hygiene umum, atau alat-alat perlindungan diri.
3. Pengawasan, yaitu pengawasan tentang dipatuhinya ketentuan-ketentuan perundang-undangan yang diwajibkan.
4. Penelitian bersifat teknik, yang meliputi sifat & ciri-ciri bahan-bahan yang berbahaya, penyelidikan tentang pagar pengaman, pengujian alat-alat perlindungan diri, penelitian tentang pencegahan peledakan gas & debu, atau penelaahan tentang bahan-bahan & desain paling tepat untuk tambang-tambang pengangkat & peralatan pengangkat lainnya.
5. Riset medis, yang meliputi terutama penelitian tentang efek-efek fisiologis & patologis faktor-faktor lingkungan & teknologis, & keadaan-keadaan fisik yang mengakibatkan kecelakaan.
6. Penelitian psikologis, yaitu penyelidikan tentang pola-pola kejiwaan yang menyebabkan terjadinya kecelakaan.

Dasar Hukum
* UU no.13/2003
Pasal 86
(1) Setiap pekerja/buruh mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan atas:
a. Keselamatan & kesehatan kerja
b. Moral & kesusilaan
c. Perlakuan yang sesuai dengan harkat & martabat manusia
d. untuk melindungi keselamatan kerja/buruh guna mewujudkan produktivitas kerja yang optimal diselenggarakan upaya K3.
(2) Perlindungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) & ayat (2) dilaksanakn sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

* UU no.14/1969
Pasal 9
Tiap tenaga kerja berhak mendapatkan perlindungan atas:
1. Keselamatan
2. Kesehatan
3. kesusilaan
4. pemeliharaan moril kerja serta perlakuan yang sesuai dengan martabat manusia & moral agama
Pasal 10
Pemerintah membina norma perlindungan tenaga kerja yang meliputi :
1. Norma keselamatan kerja
2. Norma kesehatan kerja
3. Norma kerja
4. Pemberian ganti kerugian, perawatan & rehabilitasi dalam hal kecelakaan kerja

* UU no.1/1970
1. Agar pekerja & setiap orang lainnya yang berada ditempat kerja selalu berada dalam keadaan sehat & selamat.
2. Agar sumber-sumber produksi dapat dipakai & digunakan secara aman & efisien.
3. Agar proses produksi berjalan secara lancar tanpa hambatan.

* UU no.3/1992
1. Kecelakaan kerja adalah kecelakaan yang terjadi berhubungan dengan hubungan kerja termasuk penyakit yang timbul karena hubungan kerja, demikian pula kecelakaan yang terjadi dalam perjalanan berangkat dari rumah menuju tempat kerja & pulang kerumah melalui jalan yang biasa atau wajar dilalui.
2. Jaminan kecelakaan kerja
Tenaga kerja yang tertimpa kecelakaan kerja berhak menerima jaminan kecelakaan kerja meliputi:
1. Biaya pengangkutan.
2. Biaya pemeriksaan pengobatan dan/atau perawatan.
3. Biaya rehabilitasi.
4. Santunan berupa uang meliputi :
a. Santunan sementara tidak mampu bekerja.
b. Santunan cacat sebagian untuk selamanya.
c. Santunan cacat total untuk selamanya baik fisik maupun mental.
d. Santunan kematian

Pengertian & Ruang Lingkup Perburuhan

Hukum perburuan merupakan bagian dari hukum perdata . Tetapi sejak Negara Indonesia Merdeka, perkembangan Hukum Perburuan ini mengalami beberapa perubahan dan pada akhirnya mencapai sebuah penyempurnaan yang akhirnya diatur dalam UU No.1 tahun 1951 yang menyangkut tentang Hubungan kerja , Penyelesaian perselisihan perburuhan, ketenaga kerjaan dan sebagainya yang berkaitan langsung dengan inti dari perburuhan.

Terdapat tiga topik utama permasalahan yang menyangkut Pradigma Hukum Perburuhan, yaitu

1. Permasalahan Hukum Perburuhan yang dilihat dari Ilmu Kaedah Hukum Perburuhan

2. Dilihat dari Ilmu Pengertian Hukum Perburuhan

3. dan Dilihat dari Filsafat Hukum Perburuhan.

Apabila ditinjau dari Ilmu Kaedahnya, permasalahan yang timbul dari Hukum Perburuhan mencakup beberapa kaedah Hukum Perburuhan.

Yang paling pertama dilihat dari segi kaedah Otonom yang berarti ketentuan arau syarat hubungan kerja yang dijalin, diluar antara pihak terkait.

Lalu yang ke dua kaedah Heteronom, dimana semua peraturan perburuan yang ditetapkan oleh Pemerintah.

Tetapi jika ketentuan Hubungan Kerja tersebut tidak dibuat langsung oleh pihak terkait, atau lebih kurangnya akan terjadi penyimpangan penyimpangan yang mayoritas nantinya akan merugikan pihak dari buruh tersebut.

Dan apabila dilihat dari segi filsafatnya Hukum Perburuhan tidak lepas dari keserasian nilai nilai atau norma yang berlaku dalam kehidupan masyarakat. Dan dalam dunia usaha, kemajuan yang akan dicapai sebuah perusahaan sebaik mungkin akan dinikmati baik oleh buruh ataupun pengusaha itu sendiri secara proporsional.

Dengan kemampuan yang dimiliki oleh para pekerja diharapakan kemajuan yang dicapai sebuah perusahaan dapat dinikmati bersama antara buruh dan perusahaan itu sendiri.

Norma lain yang bisa kita lihat yaitu bahwa pengusaha ataupun buruh memiliki nilai nilai kebebasan masing masing dalam menggunakan hak ataupun dalam melaksanakan kewajibanya sebagai mana mestinya.

Adapun beberapa syarat yang harus dibahas antara pekerja dengan perusahaan :

a. UPAH

b. JAM KERJA & LEMBUR

c. CUTI

d. WAKTU ISTIRAHAT

e. PEKERJA PEREMPUAN

f. PERLINDUNGAN

g. PERJANJIAN KERJA WAKTU TERTENTU

UPAH

Upah adalah hak pekerja / buruh yang dapat diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari perusahaan atau pemberi kerja kepada pekerja/ buruh yang ditetapkan dan dibayar menurut suatu perjanjian kerja, kesepakatan, atau peraturan perundangan, termasuk tunjangan bagi para pekerja/ buruh dan keluarganya, diatur dalam pasal 1 angka 30 UU No.13 tahun 2003 tentang ketenaga kejaan.

Dasar hukum

- Pasal 27 UUD 1945

- UU No.13 tahun 2003 tentang ketenaga kerjaan

Komponen Upah

- Upah pokok : imbalan dasar yang dibayar kepada buruh menurut jenis pekerjaan yang besarnya ditetapkan berdasarkan perjanjian.

- Tunjangan tetap : pembayar teratur berkaitan dengan pekerjaan yang diberika secara tetap untuk buruh yang dibayarkan bersamaan dengan upah pokok (contohnya : tunjangan anak, tunjangan kesehatan, tunjangan perumahan).

- Tunjangan tidak tetap : pembayaran yang secara langsung atau tidak langsung berkaitan dengan buruh diberika secara tidak tetap (misalnya saja : insentif kehadiran).

BUKAN KOMPONEN UPAH

- Fasilitas : dalam bentuk nyata atau natur karena hal bersifat khusus atau untuk meningkatkan kesejahterahan buruh (misalnya saja : fasilitas antar jemput, pemberian makan secara geratis, sarana kantin ).

- Bonus : pembayaran yang diterima oleh pekerja dari hasil keuntungan yang diperoleh perusahaan atau karena prestasi si pekerja.

- Tunjangan Hari Raya (THR) : pendapatan yang wajib diberikan oleh perusahaan kepada buruh menjelang hari raya keagamaan, dengan ketentuan misalnya saja, THR diberika kepada pekerja yang telah mempunyai masa kerja maximal 3 bulan, dengan jumlah proporsional (masa kerja / 12 X upah sebulan), masa kerja diatas 12 bulan atau lebih menerima THR 1 bulan gaji.

UPAH MINIMUM REGIONAL

Yaitu upah terendah yang rediri dari upah pokok termasuk tunjangan tetap yang diterima oleh buruh di wilayah tertentu dalam satu provinsi.

JAM KERJA & UPAH LEMBUR

Pasal 77 UU 13/ tahun 2003, waktu kerja :

→ 7 jam 1 hari dan 40 jam 1 minggu untuk 6 hari kerja dalam 1 minggu.

→ 8 jam 1 hari dan 40 jam 1 minggu untuk 5 hari kerja dalam 1 minggu.

→ Lembur adalah selebihnya dari jam kerjja yang diatur dalam point di atas.

Perusahaan yang mempekerjakan pekerja / buruh melebihi waktu kerja harus memenuhi syarat :

* Ada persetujuan pekerja yang bersangkutan.
* Waktu kerja lembur hanya dapat dilakukan paling banyak 3 jam dalam 1 hari dan 14 jam dalam 1 minggu.

Upah per jam
Status pekerja Rumus
Bulanan 1/173 x upah / bulan
Harian 3/20 x upah / hari
Borongan / dasar satuan 1/7 x rata rata kerja sehari

Upah lembur :

Hari Kerja Biasa

- Jam I à 1,5 X upah per jam

- Setiap jam berikutnya (Jam II) à 2 X upah per jam.

-

Hari istirahat mingguan / hari raya

- Setiap jam dalam batas 7 jam atau 5 jam apabila hari raya jatuh pada hari kerja terpendek pada salah satu hari dalam 6 hari kerja semingu à 2 X upah per jam

- Jam I à 3 X upah per jam

CUTI

- cuti tahunan, sekurang kurangnya 12 (dua belas) hari kerja setelah pekerja/buruh yang bersangkutan bekerja selama 12 (dua belas) bulan secara terus menerus .

- cuti besar / istirahat panjang , bagi buruh yang telah bekerja selama 6 tahun terus-menerus pada seorang majikan atau beerapa majikan yang tergabung dalam satu organisasi berhak istirahat selama 3 bulan lamanya.

- cuti haid, tidak diwajibkan bekerja pada hari pertama dan kedua waktu haid.

- cuti hamil / bersalin / keguguran, buruh perempuan diberi istirahat 1 ½ sebelum dan 1 ½ setelah melahirkan, atau 1 ½ bulan setelah gugur kandungan.

- cuti menunaikan ibadah agama, diberikan waktu cuti secukupnya tanpa mengurangi hak cuti lainnya .

CUTI KARENA ALASAN TERTENTU
PEKERJA / BURU MENIKAH 3 HARI
MENIKAHKAN ANAK 2 HARI
MENGKHITANKAN ANAK 2 HARI
MEMBAPTISKAN ANAK 2 HARI
ISTRI MELAHIRKAN ATAU KEGUGURAN KANDUNGAN 2 HARI
SUAMI/ ISTRI, ORANG TUA/ MERTUA ATAU ANAK MENANTU MENINGGAL DUNIA 2 HARI
ANGGOTA KELUARGA DALAM SATU RUMAH MENINGGAL DUNIA 1 HARI

WAKTU ISTIRAHAT

- istirahat antara jam kerja, sekurang kurangnya setengah jam setelah bekerja selama 4 (empat) jam terus menerus dan waktu istirahat tersebut tidak termasuk jam kerja .

- istirahat mingguan 1 (satu) hari untuk 6 (enam) hari kerja dalam 1 (satu) minggu atau 2 (dua) hari untuk 5 (lima) hari kerja dalam 1 (satu) minggu.

PEKERJA PEREMPUAN

- Pekerja perempuan dilarang dipekerjakan pada malam hari dan pada tempat yang tidak sesuai kodrat dan martabat.

- Pekerja perempuan tidak diwajibkan bekerja padahari pertama dan kedua waktu haid.

- Pekerja perempuan yang masih menyusui harus diberi kesempatan sepatutnya menyusui bayinya pada jam kerja .

PERLINDUNGAN

1. tenaga kerja behak mendapatkan perlindungan atas keselamatan, kesehatan dan pemeliharaan moral kerja sesuai martabat manusia.

2. Tenaga kerja berhak atas jaminan social tenaga kerja yang terdiri dari jaminan kecelakaan dalam bekerja, jaminan kematian, jaminan hari tua, serta jaminan pemeliharaan kesehatan.

PERJANJIAN KERJA WAKTU TERTENTU

a. Hubungan kerja yaitu hubungan perdata yang didasarkan pada kesepakatana antara pekerja dan perusahaan.

b. Perjanjian kerja berisikan hak dana kewajiban maisng masing pihak baik pengusaha maupun pekerja.

c. Perjanjian kerja lisan : diperbolehkan tetapi wajib membuat surat pengangkatan bagi pekerja yang bersangkutan.

d. Perjanjian untuk waktu tertentu tidak boleh.

- Perjanjian kerja tertulis harus membuat :

1. Nama, alamat perusahaan serta jenis usaha

2. Nama, alamat, umur, jenis kelamin, alamat pekerjaan

3. Jabatan atau jenis pekerjaan

4. Tempat pekerjaan

5. Upah yang diterima dan cara pembayaran

6. Hak dan kewajiban para pihak

7. Kategori perjanjian (PWKT, atau PKWTT)

8. Mulai dan jangka waktu berlakunya perjanjian kerja

9. Tempat dan tnggal perjanjian dibuat.

- Perjanjian kerja didasarkan pada :

1. Kesepakatan antara kedua belah pihak untuk melakukan hubungan kerja.

2. Kesepakatan antara pihak untuk membuat perjanjian

3. Adanaya pekerjaan yang diperjanjikan

4. Pekerjaan yang dijanjikan tidak bertentanagan dengan norma ketertiban umum, kesusilaan, dan peraturan perundangan yang berlaku.

- Perusahaan yang memiliki karyawan di atas 50 orang wajib membuat perjanjian kerja bersama.

KKWT

Adalah hubungan kerja yang waktunya terbatas, tidak dapat mensyaratkan adanya masa percobaan kerja. KKWT hanya diperbolehkan untuk :

- pekerja yang sekali selesai / hanya sementara

- pekerja yang diperkirakan akan selesai dalam jangka waktu paling lama 3 tahun.

- pekerja yang bersifat musiman

- pekerja yang berhubungan dengan produk, atau kegiatan yang masih tahap penjajakan.

KKWT didasarkan atas jangka waktu tertentu dapat ditiadakan untuk paling lama 2 tahub dan hanya boleh diperpanjang 1 kali untuk jangka paling lama 1 tahun.

PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA

- pekerja/buruh masih dalam masa percobaan kerja, bilamana telah dipersyaratkan secara tertulis sebelumnya

- pekerja/buruh mengajukan permintaan pengunduran diri, secara tertulis atas kemauan sendiri tanpa ada indikasi adanya tekanan/intimidasi dari pengusaha, berakhirnya hubungan kerja sesuai dengan perjanjian kerja waktu tertentu untuk pertama kali

- pekerja/buruh mencapai usia pensiun sesuai dengan ketetapan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, perjanjian kerja bersama, atau peraturan perundang-undangan; atau

- pekerja/buruh meninggal dunia.

PERHITUNGAN UANG PESANGON

- masa kerja kurang dari 1 (satu) tahun, 1 (satu) bulan upah;

- masa kerja 1 (satu) tahun atau lebih tetapi kurang dari 2 (dua) tahun, 2 (dua) bulan upah;

- masa kerja 2 (dua) tahun atau lebih tetapi kurang dari 3 (tiga) tahun, 3 (tiga) bulan upah;

- masa kerja 3 (tiga) tahun atau lebih tetapi kurang dari 4 (empat) tahun, 4 (empat) bulan upah;

- masa kerja 4 (empat) tahun atau lebih tetapi kurang dari 5 (lima) tahun, 5 (lima) bulan upah;

- masa kerja 5 (lima) tahun atau lebih, tetapi kurang dari 6 (enam) tahun, 6 (enam) bulan upah;

- masa kerja 6 (enam) tahun atau lebih tetapi kurang dari 7 (tujuh) tahun, 7 (tujuh) bulan upah;

- masa kerja 7 (tujuh) tahun atau lebih tetapi kurang dari 8 (delapan) tahun, 8 (delapan) bulan upah;

- masa kerja 8 (delapan) tahun atau lebih, 9 (sembilan) bulan upah.

UANG PENGGANTI HAK YANG SEHARUSNYA DITERIMA

* cuti tahunan yang belum diambil dan belum gugur;
* biaya atau ongkos pulang untuk pekerja/buruh dan keluarganya ke tempat dimana pekerja/buruh diterima bekerja;
* penggantian perumahan serta pengobatan dan perawatan ditetapkan 15% (lima belas perseratus) dari uang pesangon dan/atau uang penghargaan masa kerja bagi yang memenuhi syarat;
* hal-hal lain yang ditetapkan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama.